Hari
itu, keluarga besar burung dara itu memang akan berangkat menuju ladang
jagung yang bersebelahan dengan hutan tempat mereka tinggal. Naluri
mereka seperti sudah menjawabkan kalau hari itu butiran-butiran jagung
lazat akan berserakan di ladang milik petani.
“Ah,
sebuah tempat yang begitu mengasyikkan,” bisik hati seekor burung dara
muda yang juga tak mau ketinggalan. Dan, mereka pun mulai
mengepak-ngepakkan sayap masing-masing untuk siap bersedia terbang.
Sayangnya, sebatang dahan kering tiba-tiba terjatuh dan tepat menimpa si burung dara muda. “Aduh!” teriak sang burung.
Dahan patah yang terjatuh dari ketinggian itu tepat menimpa sayap kanan sang burung tadi. Ia pun merintih kesakitan.
Semua burung yang lain sudah terbang
meninggalkan si burung dara muda yang masih di depan sarang. Begitu
bersemangatnya mereka terbang hilang dari pandangan, hingga lupa pada
salah seekor saudara mereka masih tertinggal di pintu sarang.
Kini
tinggallah si burung dara muda merintih kesakitan. Beberapa kali ia
cuba terbang, tapi sayapnya yang luka masih nyeri untuk digerakkan. ”Ah,
mungkin sayap kananku patah!” keluh sang burung masih membayangkan
tempat indah yang mungkin kini sedang dinikmati saudara-saudaranya.
Dalam kesendirian itu, ia sempat mengeluh, ”Tuhan, kenapa kau timpakan ketidak senangan hanya buatku seorang.”
Selama
beberapa jam ia menunggu untuk pulih sayapnya agar boleh terbang namun
ia kecewa. Tiba-tiba, seekor burung dara hinggap dan nyaris tersasar
dari sarang di mana si burung dara tadi beristirahat. Ia pun terkejut
ketika mendapati salah seorang saudaranya sudah berada tepat di depannya
dengan beberapa luka di bagian pangkal kaki dan dada luka di mukanya.
“Ada apa, saudaraku?” ucap si burung dara sambil memeriksa luka saudaranya. “Mana yang lain?” sambungnya.
Dengan
tertatih-tatih, saudara burung itu pun berbicara pelahan. ”Semuanya
tertangkap jebakan manusia. Hanya aku yang Berjaya melepaskan diri namun
luka ku parah,” ucap sang burung sebelum akhirnya terkulai lalu mati.
Saat
itu, si burung dara pun termenung. Ia seolah bingung, apakah dengan
peristiwa patah sayapnya itu ia sedang diberikan ujian dan di hindarkan
dari malapetaka oleh Tuhan, atau sebaliknya.
**Dalam
upaya menggapai cita-cita hidup, tidak jarang terjadi ‘patah sayap’
yang dialami sebagian kita. Berbagai macam musibah antaranya gagal
kerjaya kerana musibah, gagal dalam pendidikan, gagal mencari jodoh
kerana sesuatu hal, dan sebagainya.
Nurani
kemanusiaan kini pun seperti memberontak untuk akhirnya mengatakan,
“Tuhan, kenapa Kau timpakan kesusahan ini buatku seorang?”
Kalau
saja ada kemampuan mata kita untuk melihat ujung perjalanan waktu yang
akan kita alami, kalau saja kita boleh mengintip dari celah tirai hikmah
hidup yang akan dilalui, mungkin hati dan lidah kita akan berkata,
”Terima kasih atas kesukaran dan ujian ini, wahai Yang Maha Sayang!”
Tiada ulasan:
Catat Ulasan